Habib Hasyim lahir di Indramayu, Ayahnya, Habib Umar adalah seorang ulama besar di zamannyanya yang bergelar Musnidud Dunya fi Zamanihi. Ibunya adalah Syarifah Marinah binti Kyai Hasan Qudsi,dari garis keturunan ibunya Habib Hasyim merupakan keturunan Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).

Di usia 6 tahun, kakek Abah Luthfi tersebut pernah diambil oleh Nabi Khidzir dari abahnya, Habib Umar bin Yahya, selama 9 tahun, untuk dididik dan dibersihkan hatinya. Beliau kembali saat usia 15 tahun dan melanjutkan studi di Yaman.

Usai dari Yaman, Habib Hasyim kemudian diperintah abahnya nyantri kepada KH. Sholeh Darat di Kampung Darat Semarang. Syaratnya, ia tidak boleh mengenalkan diri sebagai putra Habib Umar bin Yahya (guru KH. Sholeh Darat), dan tidak boleh menggunakan fam sâdat “bin Yahya” di belakangnya.

Saat mendaftar menjadi santri KH. Sholeh Darat pun, Habib Umar tidak mengantarkan langsung putranya itu. Akibatnya, Kiai Sholeh tidak mengetahui siapa sebetulnya santri barunya itu.

Habib Hasyim remaja kemudian diperlakukan seperti santri biasa, yang tidur di lantai, memasak, ngaji, rokan, bersama-sama santri lainnya. Kiai Sholeh juga biasa memerintah Habib Hasyim untuk keperluan pondok dan ndalem, seperti santri lainnya juga.

Kiai Soleh Darat ke Pekalongan

Suatu kali, Kiai Sholeh Darat mendengar ada seorang habib muda di Pekalongan, yang dikabarkan memiliki kealiman dan karamah bernama Hasyim.

Dari Semarang, Mbah Sholeh Darat naik kereta sampai ke stasiun Pekalongan. Oleh Habib Hasyim, Mbah Sholeh Darat dijemput dengan andong kuda yang disopiri muridnya tersebut, yang juga dimohon mampir ke rumahnya terlebih dulu. “Mampir ke rumah saya kiai,” demikian pinta Habib Hasyim kepada gurunya.

Tamu di rumah Habib Hasyim ternyata sesak dipenuhi para tamu yang memanggilnya dengan sebutan “ndoro”. Mbah Sholeh Darat pun baru mengetahui kalau rumah tersebut dikenalnya sebagai ndalem guru beliau, Habib Umar bin Thoha bin Hasan bin Toha bin Yahya. Betapa kagetnya beliau.

“Hasyim, kamu putranya Ndoro Umar kah?”

Betul, kiai,” jawab Habib Hasyim.

“Mengapa dari dulu kamu tidak memberitahu?”

“Kalau saya beri tahu, jenengan pasti akan membelikan kasur,” jawabnya.

Sejak itulah KH. Sholeh Darat mengetahui kalau muridnya adalah putra sang guru, — minal gawagis (bagian dari gus) istilah sekarang.

Demi menjaga keikhlasan menjadi murid ngaji, Habib Hasyim diminta oleh abahnya agar tidak memakai nama fam sâdat di belakangnya.

Merintis Dakwah Melalui Maulid Nabi

Beliau adalah orang yang merintis dakwah serta mendirikan pesantren dan madrasah diniyah pertama di Kota Pekalongan. Pondok pesantren tersebut didirikan untuk masyarakat umum yang santrinya tidak hanya dari kalangan habaib.

Habib Hasyim dan para ulama merintis dakwah melalui Maulid Nabi Saw. sehingga masyarakat lebih jauh mengenal dan mengerti Islam, al-Quran dan lain sebagainya dalam syariat Allah serta mengenal pembawa al-Quran yaitu Baginda Nabi Muhammad Saw. Maulid Nabi tersebut melahirkan para pencinta atau muhibbin, cinta kepada Allah dan RasulNya. Seseorang yang tumbuh kecintaan kepada Allah dan RasulNya, maka akan cinta kepada al-Quran dan akan lebih berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.

Maulid Nabi yang diselenggarakan oleh Habib Hasyim bertempat di Masjid Nur Kota Pekalongan. Habib Hasyim dalam mengadakan Maulid Nabi tidak memungut bantuan dari manapun karena kekayaan Habib Hasyim dicurahkan untuk dunia pendidikan dan dakwah. Penghasilan Habib Hasyim berupa pertanian yang cukup luas di Indramayu, tempat kelahirannya, disamping bisnis yang lainnya.

Perkembangan Maulid Nabi dari tahun itulah mulai ramai di Kota Pekalongan dan semakin pesat sehingga tidak terlepas dari kecurigaan penjajah. Para penjajah memandang maulid tersebut tidak bertendensi politik. Habib Hasyim, khususnya, waktu itu sangat besar pengaruhnya karena beliau menjadi rujukan para ulama di jaman itu, diantaranya Mbah Hasyim Asy’ari dan Kiai Muh. Amir (Ki Amir) Simbang dan tokoh-tokoh lainnya yang terkenal ke-‘alllamah-annya (sangat alim). Sehingga pihak penjajah pun sangat berhati-hati dalam menghadapi dan menakutinya. Bahkan Kiai Amir mengatakan bahwa Habib Hasyim itu ‘allamatuddunya fi zamaanih (sealim-alimnya orang di dunia pada zamannya).

Habib Hasyim mempunyai cara mendidik para putra-putrinya dan juga santrinya dengan tidak memberi umpan atau ikan, tapi selalu memberi kailnya sehingga para murid dan putra-putrinya militan. Habib Hasyim sebelum membangun dan membawa pesantren tidak pernah berhenti berdakwah masuk dari satu desa ke desa lainnya. Beberapa mushala dibangun oleh Habib Hasyim di Pekalongan. Semenjak mudanya harta, benda dan tenaga Habib Hasyim dicurahkan untuk kepentingan agama.

Di ambil dari berbagai sumber (sejarah ulama' nusantara).
 
Top