Pernah dengar blockchain? Sistem penyimpanan dan transmisi data dengan menggunakan jaringan terdistribusi. Atau bahasa sederhananya, semua memiliki data yang sama, jika ada perbedaan maka bisa saling memeriksa kesesuaian. Tidak ada pemegang sumber data utama, atau kelompok yang memegang kendali terhadap distribusi data. Semuanya terlibat dalam kepemilikan data dan dalam pendistribusiannya.

Dahulu, sekitar 50 tahun yang lalu, sumber data dikuasai oeh 1 sumber. Tidak boleh ada yang mendistribusikan berita selain pemerintah pusat. Hal ini bisa disamakan dengan Centralized Network. 20 tahun lalu terjadi reformasi. Sumber berita dapat disebarkan oleh kelomppok pemegang media, seperti stasiun tv, pemilik media cetak dan media radio. Mereka-merekalah yang menguasai pasar. Hal ini bisa disamakan dengan Decentralized Network.

Semakin berkembang teknologi, setiap pemilik telepon seluler memiliki kemampuan untuk akses informasi dan juga membuat konten. Sosial media menjadi cara baru dalam menyebarkan dan mendapatkan informasi. Hal ini dapat disamakan dengan distributed network. Gambar berikut bisa jadi gambaran seperti apa network yang saya maksud.[1]



Kembali ke blockchain, sistem ini juga menggunakan distributed network. Setiap elemen memiliki kemampuan untuk saling mengecek apakah data yang ada di dirinya ataupun di orang lain adalah valid. Hal ini bisa meminimalisir fraud atau data yang tidak tepat. Sistem ini memiliki kemampuan untuk berinteraksi, saling crosscheck, guna mencapai tujuan yang sama.

Setelah blockchain, kita beralih ke pemancar radio. Menara radio (gambar di bawah) memancarkan sinyal radio ke seluruh area. Pada area yang dekat dengan pemancar, pendengar dapat menikmati suara lagu dengan nikmat. Namun untuk pendengar radio yang berada di pinggir kota, jauh dari pemancar, lantunan lagu yang ia dengar juga menurun kualitasnya, kresek-kresek, atau hilang timbul, atau bahkan tak bisa mendengar suara sama sekali. Oleh karena itu perlu solusi agar pesan bisa sampai ke tempat yang lebih jauh, misal dengan relay (pemancar ulang) atau dengan satelit yang dapat memancarkan sinyal radio secara global, sehingga cakupan area yang bisa menerima informasi jauh lebih luas. Situasi penyampaian pesan lewat radio bisa digambarkan seperti ini.[2]

 
Sekarang kita kembali lagi ke pertanyaan. Mengapa hanya Al Qur'an yang dijaga sampai saat ini, sedangkan kitab 4 yang lainnya tidak? Para Rasul bertugas mengajarkan kitab (tulisan) dan hikmah (pesan). Di sini saya mencoba menganalogikan sebagai data dan informasi.

Pada era Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Allah menjaga pesan dengan centralized dan cakupan area nya adalah kaum para Rasul itu saja. Menjaga data (tulisan) masih belum efektif, karena media penyimpanan data (storage) yang bisa bertahan lama saat itu belum tersedia.

Pada era Nabi Ibrahim hingga Nabi Isa, Allah menjaga data dan informasi menggunakan decentralized yaitu dengan kelompok yang disebut Bani Israel[3]. Kelompok ini mengangkat janji untuk menjaga kitab (tulisan) untuk disebarkan ke bangsa tempat mereka tinggal, sebagaimana Musa beranjak ke Fir'aun[4] dan Sulaiman ke beragam negeri yang ia taklukkan. Relay tongkat kenabian berlaku di kalangan Bani Israel untuk terus menjaga data dan informasi yang diturunkan oleh Allah. Media penyimpanan data juga sudah mulai banyak bermunculan, mulai dari kulit binatang yang bisa dijadikan lembaran, batu yang bisa dijadikan tablet, hingga papyrus yang dijadikan gulungan berisi tulisan. 

Namun media ini masih belum efektif dan efisien karena usia materialnya tidak dapat bertahan lama, berat hingga sulit untuk dibawa kemana saja. Pada proses relay di ahli kitab ini juga mungkin terjadi kesalahan transmisi data, dan sulit untuk melakukan crosscheck pada media yang sudah rusak.

Pada era Nabi Muhammad, Allah menjaga Al Qur'an dengan metode yang lebih sempurna, yaitu metode Iqra[5] melalui hafalan manusia dan pena. Semua orang mempunyai akses ke ayat-ayat Qur'an, dan bisa saling mengoreksi apabila ada hafalan yang keliru. Nabi sebagai penerima pesan, mengkodekan dalam bentuk tulisan arab pada media yang lebih portable dan bisa diduplikasi secara massal. Teknologi penyimpanan data saat itu sudah cukup canggih dengan ditemukannya kertas[6] sehingga tugas Nabi kala itu adalah menghimpun pemuda yang pandai tulis menulis dan kemudian ditempatkan pada rumahnya untuk menulis dan menghafal Al Qur'an. Pemuda-pemudi yang tinggal di rumah Nabi beserta keluarganya masuk ke dalam golongan ahl-bayt[7] dan para penulis serta penghafal itu disebut sebagai Al Qari.[8] Para Qari dapat menularkan data dan informasi tersebut ke orang lain, sehingga penyebaran Al Qur'an menjadi lebih pesat dan tidak tersentralisasi. Apabila ada ayat baru yang turun ke Rasul, maka beliau dapat menyebarkan informasi ini dengan cepat, dan setiap orang bisa saling memverifikasi.

Selain itu Nabi juga tidak terafiiiasi dengan para ahli kitab (teknologi menara), dan beliau dikirimkan sebagai rahmatan lil alamin, sehingga bisa dianalogikan daya pancar pesan beliau seperti satelit yang bisa menutupi seluruh permukaan bumi. Gabungan teknologi, sistem dan goal inilah yang membuat Al Qur'an tetap terjaga.

Menjawab pertanyaan di atas, Allah tetap menjaga semua pesan (zikir) Nya sesuai dengan perkembangan peradaban manusia seperti yang tertulis pada Al Hijr ayat 9.

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ

innā naḥnu nazzalnaż-żikra wa innā lahụ laḥāfiẓụ

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Pesan Pengingat, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya Allah mengetahui yang sebenarnya.

Catatan Kaki

 
Top